Wakil Ketua KI DKI Jelaskan Manfaat dan Arti Penting UU Keterbukaan Informasi Publik di FISIP UIN Jakarta
Aula Madya, Fisip Daring – Wakil Ketua Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta Luqman Hakim Arifin mengatakan terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menjadi titik awal perubahan paradigma masyarakat terhadap keterbukaan informasi publik.
Menurutnya, jika badan publik di era orde baru memandang informasi publik bersifat rahasia dan dikecualikan, tapi pasca lahirnya UU KIP, informasi publik dipandang sebagai informasi yang bersifat terbuka.
“Dulu di era orde baru orang susah sekali memperoleh informasi publik dari badan publik, karena dulu semuanya dianggap rahasia. Tapi sekarang alhamdulillah sudah banyak yang terbuka,” kata Luqman dalam seminar bertajuk “Digital Platform di Era Keterbukaan Informasi” di Aula Madya Kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Luqman menjelaskan tujuan dari hadirnya UU KIP adalah menciptakan pemerintahan atau badan publik yang baik (good governmence), akuntabel dan transparan dalam mengelola informasi publik.
“Para ASN yang bekerja di badan publik itu harus menyadari bahwa tempat mereka bekerja itu bukan perusahaan atau lembaga milik keluarga. Karena itu harus dikelola secara transparan dan akuntabel,” ujarnya.
Bahkan, kata Luqman, UU KIP menjadi kekuatan dan dasar aturan bagi masyarakat yang ingin mengajukan permohonan informasi publik ke badan publik.
Di dalamnya, diatur secara konkret dan jelas mengenai mekanisme alur permohonan informasi publik hingga penyelesaian sengketa informasi publik melalui mediasi dan ajudikasi nonlitigasi di Komisi Informasi.
“Kalau wartawan itu punya pegangan UU Pers dalam memperoleh informasi, maka kita sebarai warga negara, masyarakat umum, punya UU KIP,” papar dia.
Sementara itu, narasumber lainnya, A. Su’udi yang merupakan pratisi digital media mengatakan informasi di zaman modern telah menjadi kebutuhan dasar bagi masyarakat.
Kata dia, dapat dipastikan bahwa tidak ada orang yang tidak membutuhkan informasi, tak terkecuali informasi publik.
“Saat ini, semua orang butuh informasi, dan teman-teman mengakses informasi itu sudah sangat mudah dengan teknologi digital seperti internet,” kata Su’udi.
Su’udi menegaskan bahwa pemerintah atau badan publik merupakan lembaga yang banyak mengelola dan menguasai informasi publik.
Karena itu, mahasiswa didorong untuk memanfaatkan UU KIP dalam mengakses informasi publik di badan publik, seperti untuk kebutuhan riset dan penelitian.
“Pemerintah itu penguasa informasi. maka akseslah informasi tersebut sebanyak. Sebab di zaman orde baru informasi adalah barang langka dan istimewa,” ujar Su’udi.
Di samping itu, Luqman menambahkan di era keberlimpahan informasi, masyarakat dituntut untuk cerdas dalam memilah dan memilih informasi. Salah satu caranya dengan mencari informasi dengan merujuk pada sumber otoritatif atau situs resminya langsung.
Misalnya, untuk mengetahui perkiraan cuaca rujuklah situs atau website resmi seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Pasalnya, UU KIP mewajibkan setiap badan publik untuk mengelola informasi publik dan menyebarluaskannya melalui situs atau website badan publik masing-masing. Pengelola informasi publik dalam beleid itu juga disebut sebagai Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dan bukan humas.
“Dengan kita merujuk ke sumber otoritatif, maka kita dapat memperoleh informasi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan serta terhindar dari hoax atau informasi yang menyesatkan,” ucap Luqman.
Seminar ini diinisiasi oleh Dosen FISIP UIN Jakarta dan diikuti oleh mahasiswa dari jurusan Sosiologi dan Ilmu Politik FISIP UIN Jakarta. (kip/AF)