Teori Sekuritisasi: Seberapa Bahaya Perubahan Iklim untuk Keamanan Manusia dalam Keamanan Internasional?
Teori Sekuritisasi: Seberapa Bahaya Perubahan Iklim untuk Keamanan Manusia dalam Keamanan Internasional?

Penulis : Nayottama Aryasuta Yardi (Mahasiswa Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta)

Perubahan iklim bukan lagi sekadar masalah lingkungan atau ekonomi, isu ini telah memasuki ranah keamanan internasional dengan konsekuensi langsung terhadap keamanan manusia, stabilitas politik, dan hubungan antarnegara. Dampaknya bersifat multisektoral. Hal ini dapat kita lihat dari peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam, tekanan pada ketahanan pangan dan air, hingga potensi perpindahan massal dan konflik akibat merebutkan sumber daya. Menurut IPCC Climate Change 2023 Synthesis Report, sekitar 3,3-3,6 miliar orang hidup di situasi yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Angka ini menunjukkan bahwa hampir separuh populasi dunia berada di garis depan dampak iklim. Kerentanan ini muncul karena lokasi geografis, ketimpangan pembangunan, dan kelemahan kapasitas adaptasi.

Selain itu, ancaman kenaikan permukaan laut menyebabkan hampir 900 juta orang di zona pesisir berisiko mengalami dampak akut seperti banjir, erosi, dan hilangnya tanah. Skenario ini berpotensi memicu relokasi massal dan kerentanan sosial-politik di banyak negara termasuk negara berpenduduk padat. Pernyataan Sekjen PBB António Guterres pada sesi Dewan Keamanan PBB tentang kenaikan permukaan laut menegaskan hal ini sebagai ancaman terhadap perdamaian dan kemanusiaan.

Thomas Homer-Dixon membuktikan bahwa kelangkaan sumber daya terbarukan (air, tanah subur) dapat meningkatkan peluang munculnya konflik kekerasan  terutama ketika digabungkan dengan faktor-faktor seperti kemiskinan, pemerintahan lemah, dan ketidaksetaraan. Hal ini memperlihatkan pola di mana krisis lingkungan memperbesar peluang konflik lokal dan protracted violence. Kasus nyata terjadi di Afrika dan Timur Tengah dimana perang saudara seringkali disebabkan oleh kelangkaan sumber daya alam.

Perspektif teori keamanan: Buzan dan konsep securitization

Barry Buzan dalam bukunya “Security: A New Framework for Analysis” memperkenalkan teori securitization. Securitization adalah proses dimana suatu isu dianggap sebagai ancaman keamanan suatu negara sehingga memerlukan tindakan darurat. Menurut Buzan, ancaman lingkungan termasuk dalam kategori non-traditional security threats (ancaman yang tidak bersifat militer) tetapi berdampak langsung pada stabilitas masyarakat dan negara. Dalam konteks iklim, securitization berarti mengangkat isu perubahan iklim dari ranah lingkungan ke ranah keamanan. Namun Buzan juga menekankan bahwa ancaman lingkungan sering bersifat tidak disengaja (unintentional) dan berbentuk struktural sehingga menggunakan respon militer atau respons darurat semata bisa keliru dan kontraproduktif karena berisiko mempersempit solusi menjadi pendekatan militeristik atau represif.

Analisis ini mendorong pengakuan terhadap perubahan iklim sebagai masalah keamanan dan mendorong perhatian politik. Perubahan iklim memiliki dampak seperti kekeringan ekstrem, kelangkaan air, dan migrasi paksa. Hal ini dapat memicu konflik sumber daya, ketegangan antar-komunitas, dan bahkan perang antarnegara.

Perubahan iklim adalah ancaman non-militer yang berbahaya, tidak hanya bagi lingkungan, tetapi juga bagi keamanan manusia dan stabilitas internasional. Ia tidak mengenal batas negara, tidak bisa dilawan dengan senjata, dan tidak tunduk pada logika geopolitik tradisional.

Seperti yang dikatakan Barry Buzan, “Keamanan bukan hanya tentang bertahan dari serangan musuh, tetapi juga tentang mempertahankan kondisi kehidupan manusia itu sendiri.” Dalam konteks itu, perubahan iklim adalah musuh paling senyap, paling global, dan paling berbahaya yang dihadapi manusia. Jika negara dan masyarakat dunia gagal mengantisipasinya secara kolektif, maka masa depan keamanan manusia berpotensi terancam

Pendekatan Teori Sekuritisasi dalam Kajian Keamanan Iklim

Dalam memahami perubahan iklim sebagai ancaman terhadap keamanan manusia, teori sekuritisasi yang dikembangkan oleh Barry Buzan,menjadi kerangka analisis yang relevan. Teori ini menjelaskan bagaimana sebuah isu dapat 'disekuritisasi', yaitu diubah dari yang awalnya isu biasa menjadi isu keamanan melalui tindakan diskursif oleh aktor politik atau institusi tertentu. Dengan kata lain, suatu isu bisa menjadi bagian dari agenda keamanan ketika dianggap mengancam keberlangsungan hidup masyarakat dan memerlukan tindakan luar biasa di luar mekanisme politik biasa.

Dalam konteks perubahan iklim, proses sekuritisasi terjadi ketika lembaga internasional atau pemerintah mengangkat perubahan iklim sebagai ancaman eksistensial bagi manusia/negara. Misalnya, ketika PBB menempatkan perubahan iklim dalam sidang Dewan Keamanan, hal ini menandakan bahwa isu tersebut telah diposisikan sebagai ancaman terhadap perdamaian dunia. Proses ini tidak hanya bersifat simbolik, tetapi juga mendorong alokasi sumber daya, kebijakan adaptasi, dan kerja sama antarnegara untuk mengurangi dampak krisis iklim. Barry Buzan menekankan bahwa sekuritisasi bukan hanya tentang mengenali ancaman, tetapi juga tentang siapa yang memiliki kekuasaan untuk menyebut sesuatu sebagai ancaman. Hal ini dapat kita lihat pada negara-negara maju yang sering kali lebih mudah mendapatkan legitimasi untuk menyuarakan ancaman global, sementara negara berkembang menghadapi kesulitan dalam menyuarakan kepentingannya. Fenomena ini memperlihatkan adanya ketimpangan politik dalam proses sekuritisasi isu iklim di tingkat global. Ketimpangan ini menghambat Kerjasama dalam penanganan krisis iklim karena fakta/data yang disampaikan oleh negara berkembang tertutupi oleh narasi milik negara maju yang mendominasi perspektifd masyarakat internasional. Oleh karena itu, ketimpangan pengaruh politik harus dihapuskan dalam proses sekuritisasi sebuah isu.

Konsep sekuritisasi juga berhubungan erat dengan pendekatan keamanan manusia (human security). Jika sekuritisasi berfokus pada bagaimana suatu isu diangkat sebagai ancaman keamanan, maka human security menekankan pada perlindungan individu dari berbagai ancaman eksternal yang mengganggu kehidupan dasar mereka. Ancaman eksternal ini meliputi bencana dan perubahan iklim. Kedua konsep ini saling melengkapi: sekuritisasi menjelaskan proses politiknya, sementara human security menyoroti dampak nyatanya terhadap kehidupan manusia. Namun, Buzan juga memberikan peringatan penting bahwa proses sekuritisasi dapat menimbulkan dampak negatif jika digunakan secara berlebihan. Menempatkan perubahan iklim sebagai ancaman keamanan dapat menyebabkan pendekatan yang terlalu militeristik sehingga mengabaikan aspek sosial, ekonomi, dan kemanusiaan. Karena itu, pendekatan keamanan terhadap perubahan iklim sebaiknya tidak hanya berorientasi pada perlindungan negara, tetapi juga harus berfokus pada kesejahteraan dan keselamatan manusia secara menyeluruh.

Dengan memahami teori sekuritisasi secara kritis, kita dapat melihat bahwa perubahan iklim bukan hanya masalah lingkungan, melainkan juga fenomena politik dan sosial yang kompleks. Isu ini memerlukan tindakan global yang tidak hanya didasarkan pada rasa takut terhadap ancaman, tetapi juga pada rasa tanggung jawab bersama untuk menjaga keberlangsungan kehidupan manusia di bumi. Dalam konteks hubungan internasional modern, teori sekuritisasi memberikan cara pandang yang lebih luas tentang bagaimana negara dan aktor global merespons ancaman yang bersifat non-tradisional seperti perubahan iklim. Namun, agar proses sekuritisasi berjalan efektif dan tidak menimbulkan ketimpangan, setiap kebijakan yang lahir dari isu keamanan iklim harus berpihak pada keamanan manusia. Pendekatan ini tidak boleh berhenti pada sebatas visi belaka, tetapi harus diwujudkan dalam bentuk kebijakan nyata seperti pendanaan adaptasi, penguatan tata kelola lingkungan, dan peningkatan kapasitas masyarakat lokal dalam menghadapi bencana. Eksekusi kebijakan juga harus dilakukan secara transparan dan bebas dari pengaruh kepentingan kelompok yang mengurangi efektifitas upaya penanganan krisis iklim.

Selain itu, konsep keamanan iklim juga menuntut adanya kerja sama internasional yang inklusif. Negara maju merupakan negara yang memiliki kontribusi terbesar dalam hal polusi akibat industrialisasinya. Polusi yang dihasilkan oleh negara maju memiliki dampak yang memperburuk ancaman iklim terbesar yang dihadapi manusia, yaitu pemanasan global. Oleh karena itu, Negara-negara maju memiliki tanggung jawab moral dan historis untuk membantu negara berkembang yang menjadi korban utama dampak perubahan iklim. Seluruh negara harus menerapkan kebijakan penanganan krisis lingkungan dengan mengesampingkan kepentingan nasional masing-masing yang bertentangan dengan upaya ini. Pendekatan kolektif ini sejalan dengan semangat teori sekuritisasi yang menekankan pentingnya tindakan bersama dalam merespons ancaman eksistensial. Dengan demikian, memahami perubahan iklim melalui lensa sekuritisasi membantu kita melihat bahwa isu ini bukan hanya permasalahan lingkungan semata, melainkan juga persoalan politik global yang menuntut komitmen, solidaritas, dan kesadaran kemanusiaan. Perubahan iklim harus dipahami sebagai tantangan bersama yang menentukan masa depan keamanan manusia, bukan sebagai alat politik sempit untuk memperkuat kepentingan negara tertentu.