STRATEGI PENGUASAAN WILAYAH INDONESIA : “MAKAN BUBUR PANAS” MELALUI PEMBANGUNAN PAGAR LAUT
Oleh HANIAH HANAFIE
Pendahuluan
Penemuan pagar laut dalam beberapa waktu lalu, menjadi viral dan polemik di masyarakat. Ternyata, Pagar Laut ditemukan tidak hanya di satu lokasi, tetapi terdapat di tiga lokasi berbeda. Awalnya statusnya masih “misterius”, tapi kini telah diketahui pemiliknya atau pihak yang bertanggung jawab atas pagar laut tersebut.
Makalah ini mencoba menjelaskan penemuan Pagar Laut di Indonesia, perluasan Pagar Laut dan Analisis kritis terhadap perluasan dan tujuan Pembangunan Pagar Laut.
Penemuan Pagar Laut di Indonesia
Penemuan Pagar Laut di Indonesia pertama kali diketahui masyarakat dan dilaporkan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten pada tanggal 14 Agustus 2024. Pada saat itu, Pagar Laut ditinjau oleh TIM DKP Banten baru mencapai sekitar 7 kilometer dan tidak memiliki izin dari pemerintah daerah setempat, maupun pusat, sehingga disegel oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Pagar Laut ditemukan pertama kali dari Desa Muncung hingga Pakuhaji di Kabupaten Tangerang. Penemuan Pagar Laut menjadi viral dan polemik, manakala Said Didu , mantan Sekretaris BUMN, menginformasikan melalui akun Tiktoknya, sehingga mendapat respon masyarakat dan tokoh Masyarakat. Akhirnya Presiden Prabowo Subianto turun ke lapangan meninjau dan memerintahkan penyegelan. Ombudsman RI dan pihak terkait, juga melakukan investigasi untuk mengungkap akar masalah di balik munculnya Pagar Laut ini.
Pembangunan Pagar Laut dianggap menimbulkan dampak negative, antara lain, yaitu: mengganggu ekosistem laut, seperti arus laut, dan menyebabkan penumpukan sedimen di area tertentu dan erosi di area lain; menghambat akses nelayan ke area tangkapan ikan dan merusak lingkungan dan mengganggu kehidupan biota laut.
Perluasan Pagar Laut
Pagar laut tidak hanya di Kabupaten Tangerang, melainkan terdapat di tiga tempat yang berbeda, yaitu 1). Kabupaten Tangerang, 2). Kabupaten Bekasi dan 3). Di Jakarta Utara.
Pagar Laut ditemukan pertama kali di perairan Kabupaten Tangerang, Banten pada tanggal 19 Agustus 2024 sepanjang 30,16 KM tinggi sekitar 6 meter, ditambah paranet dan pemberat dari karung pasir. Lokasi penemuan.dari Kecamatan Teluknaga sampai Kronjo, meliputi 16 desa di enam kecamatan. Namun sebelum itu, telah ditemukan pada tanggal 14 Agustus 2025 tetapi baru sepanjang 7 KM .
Tidak lama berselang, Pagar Laut kedua ditemukan di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Pagar Laut ini terbuat dari bambu panjang dengan ketinggian antara 1-2 meter di atas permukaan laut (Kompas.com, 16 Januari 2025). Pagar laut tersebut seolah-olah membatasi alur kapal untuk pelabuhan dan proyek restrukturisasi lahan dengan reklamasi. Setelah ramai dibicarakan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat Hermansyah menjelaskan bahwa pagar laut tersebut sah dan merupakan bagian dari pembangunan penataan pelabuhan yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama dengan PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) (youtube dan Kompas.com, 16 Januari 2025).
Sedangkan di Wilayah Jakarta Utara ditemukan di seberang Pulau C reklamasi Jakarta, Kamal Muara dan Pantai Indah Kapuk (PIK1) dengan panjang sekitar 1,5 kilometer dan 600 meter. Keberadaan Pagar Laut di Seberang Pulau C ini, dikatakan warga sudah lama dibangun, sejak tiga bulan lalu.
Secara teoritis, tujuan Pembangunan pagar laut dianggap dapat mencegah abrasi pantai ( Kompas.com, 12 Jan 2025) dan melindungi wilayah pesisir dari dampak ombak tinggi (mitigasi ancaman tsunami). Selain itu, pagar laut juga diyakini dapat meningkatkan ekonomi masyarakat melalui sedimentasi yang lebih cepat (untuk pertanian dan budidaya) dan pembangunan infrastruktur baru (jalan, dan jembatan).
Sedangkan dari pihak Walhi (Dwi Sawung dari Walhi dalam BBC, 10 Januari 2025), justru melihatnya berbeda. Tujuan Pembangunan Pagar Laut, diduga terkait dengan kegiatan reklamasi terselubung untuk pembuatan hunian dan industry atau proyek strategis nasional (PIK2), khusus yang berada di Kabupaten Tangerang. Oleh karena itu, jika Penemuan Misteri Pagar Bambu merupakan bagian reklamasi, maka seharusnya pemerintah mengetahui dan menindak pelanggaran tersebut (Walhi dalam Kompas TV Live, 12 Januari 2025).
Pendapat Dwi Sawung dari Walhi ini dapat dibenarkan, mengingat, pemilik Pagar Laut adalah PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa yang terafiliasi dengan Agung Sedayu Group, salah satu konglomerasi properti terbesar di Indonesia ( CNN Indonesia) yang mengelola PIK2 . PT Intan Agung Makmur memiliki 234 bidang HGB, sementara PT Cahaya Inti Sentosa memiliki 20 bidang HGB. Selain PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa, ada juga PT Kusuma Anugrah Abadi dan Inti Indah
Raya yang juga terikat dengan Agung Sedayu Group dalam kepemilikan saham PT Intan Agung Makmur (Kompas.com.). Hal ini diungkapkan pula oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid bahwa pagar laut di perairan Wilayah Kabupaten Tangerang telah memiliki sertifikat hak guna bangunan dan hak milik (Tempo.Co).
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum (Kemenkum), kedua perusahaan telah terdaftar secara sah berdasarkan hukum. PT Intan Agung Makmur disahkan oleh Ditjen AHU Kemenkum berdasarkan Surat Keputusan (SK) Nomor AHU-0040990.AH.01.01.Tahun 2023 yang diterbitkan pada 7 Juni 2023.
Selain Walhi, Anggota Komisi IV (FPKS) Johan Rosihan (Berita TVOne), juga mengatakan bahwa pagar laut itu bukan untuk menahan abrasi, sebagaimana diklaim oleh sebagian orang, karena biasanya menahan abrasi dapa dilakukan dengan menanam bakau. Jadi intinya pagar laut itu dibangun, untuk mengklaim wilayah olek PIK2
,dan membatasi wilayah tangkap ikan bagi masyarakat, sehingga biaya yang dikeluarkan nelayan bertambah, karena solar semakin banyak digunakan, hal ini menyusahkan nelayan dan masyarakat, karena harga ikan di tengah menjadi mahal.
Dari segi fungsi Pagar Laut, perlu dipertanyakan, sebagaimana dikatakan Prof Arif Satria Pakar dari IPB (Berita TVOne), bahwa untuk mengetahui apa fungsi pagar laut yang dibangun, maka harus tahu zonasi terlebih dahulu, yaitu peruntukan pagar laut itu untuk apa, ekonomi atau yang lain. Hal ini sesuai dengan UU No 1 Tahun 2014 sebagai dasar pengelolaan pesisir dan memiliki KLS (Kajian Lingkungan Strategis). Apabila zonasi telah dikantongi, maka pengelolaan pesisir harus berbasis kaidah ilmiah dan melibatkan partisipasi Masyarakat, jika masyarakat tidak tahu dan tidak dilibatkan, maka berarti ada proses yang tidak benar. Dengan demikian, maka aspek kelestarian lingkungan dan keberlanjutan (sustainable) akan terganggu.
Penemuan Pembangunan Pagar Laut untuk reklamasi, sebagaimana dikatakan Walhi dan Anggota Komisi IV, menunjukkan bahwa tujuan pembangunan dan perluasan Pagar Laut dapat diartikan sebagai suatu kegiatan penguasaan wilayah daratan Indonesia melalui daerah pinggiran atau pesisir. Penguasaan wilayah pesisir ini, diibaratkan “makan bubur panas”, yaitu strategi menguasai wilayah daratan Indonesia melalui pinggiran oleh kelompok etnis tertentu (oligarki) dan lambat laun, mereka dapat menguasai wilayah daratan secara keseluruhan. Penguasaan wilayah pesisir tidak hanya terjadi di tiga tempat yang dijelaskan di atas, daerah Pantai Muara, Binuangen, Lebak Banten, telah dikuasai oleh para pengusaha China (Kades Muara, Lebak ) dan sepanjang Wisata Pantai Tanjung Lesung, Banten, telah dikuasai oleh para pengusaha, sehingga rakyat biasa tidak leluasa masuk, menikmati Pantai, harus membayar dengan harga cukup mahal.
Pembangunan Pagar Laut menunjukkan keserakahan para oligarki yang ingin memperluas usaha bisnisnya dengan menguasai wilayah pesisir dan didukung oleh oknum para pejabat kita yang rendah integritas dan moralitas.
Kesimpulan:
- Tujuan utama pembangunan pagar laut disinyalir untuk perluasan wilayah reklamasi oleh pemegang otoritas PIK2, mengingat program reklamasi yang digagas Pemerintah Jokowi di Jakarta Utara, digagalkan oleh Anies Baswedan, Gubernur Pemerinah DKI Jakarta pada waktu itu.
- Pembangunan Pagar Laut merupakan perambahan dan penguasaan wilayah pesisir laut menjadi daratan, mengingat daratan yang dikuasai, lahannya
- Kekhawatiran Pembangunan Pagar Laut, tidak hanya memiliki dampak negative, tetapi merupakan pintu masuk untuk menguasai wilayah Indonesia secara keseluruh, sehingga Pembangunan pagar laut diibaratkan “makan bubur panas”, sebagai suatu strategi penguasaan wilayah Indonesia.
- Masyarakat (Civil Society), pemerintah daerah maupun pusat, harus memberikan perhatian terhadap pengaturan wilayah pesisir, termasuk pembangunan Pagar Laut, mengingat laut memiliki peran penting dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, politik dan pertahanan keamanan.