Softskill Mahasiswa Bincang Alumni Ilmu Politik : Mengasah Daya Kritis, Menjelajah Ruang Aktivisme
Softskill Mahasiswa Bincang Alumni Ilmu Politik : Mengasah Daya Kritis, Menjelajah Ruang Aktivisme

Berita FISIP, Jum’at, 12 September 2025 – Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kembali menghadirkan kegiatan Bincang Alumni Ilmu Politik Series ke-6 secara daring pada pukul 13.30 -15.30 WIB. Pada edisi kali ini, seminar mengusung tema “Mengasah Daya Kritis, Menjelajah Ruang Aktivisme” dengan menghadirkan Siti Shafiyah Nur Ubai, S.Sos., alumni angkatan 2024 yang telah banyak berkecimpung dalam dunia aktivisme dan lembaga swadaya masyarakat sejak masa kuliah seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Komnas HAM RI dan sejumlah lembaga lainnya. Diskusi ini dipandu oleh Ilham Azzis Gunawan, mahasiswa Ilmu Politik angkatan 2022 yang bertugas sebagai moderator.

Pada awal sesi, Siti Shafiyah menjelaskan terlebih dahulu perbedaan antara aktivis dan aktivisme. Aktivis, menurutnya, adalah individu atau sekelompok orang yang aktif menyuarakan isu tertentu, sedangkan aktivisme merupakan tujuan sekaligus tindakan nyata untuk mendorong perubahan di tengah masyarakat. Ia menegaskan bahwa tanpa aktivisme, sikap kritis hanya akan berhenti pada tataran teori. Lebih jauh, ia menyebut aktivisme sebagai sekolah untuk berpikir kritis, karena mampu mempertemukan teori yang dipelajari di ruang kelas dengan realitas sosial yang sesungguhnya. Dari proses tersebut, tumbuhlah kepekaan terhadap kondisi masyarakat sekaligus keberanian untuk mengambil sikap.

Lebih lanjut, Siti Shafiyah memaparkan bahwa lembaga swadaya masyarakat (LSM) memiliki keberagaman fokus isu yang mereka angkat. Ia membagikan pengalamannya terlibat di berbagai organisasi, yang menurutnya memberi kesempatan untuk memperluas wawasan dan memperkaya keterampilan advokasi. Bagi mahasiswa yang ingin memulai keterlibatan, ia menyarankan untuk mencoba jalur volunteer, magang, maupun mengikuti workshop. Ia juga menyarankan cara mendapatkan informasi kesempatan tersebut melalui platform media sosial, salah satunya akun Instagram @kerja.ngo. Ia juga menekankan bahwa aktivisme tidak selalu berarti turun ke jalan, melainkan bisa diwujudkan melalui analisis isu, kampanye, atau berbagi gagasan secara produktif di media sosial.

Dalam kesempatan itu, Siti Shafiyah juga menyoroti peran LSM sebagai ruang aksi nyata. Ia menjelaskan bahwa kerja-kerja LSM umumnya berangkat dari kepedulian terhadap keresahan masyarakat, yang kemudian diurai melalui kajian dan riset mendalam. Hasil analisis tersebut selanjutnya diwujudkan dalam berbagai bentuk aksi, mulai dari kampanye publik, edukasi kepada kelompok terdampak, hingga proses litigasi bagi kasus-kasus tertentu. Setelah memiliki basis data dan dukungan yang kuat, LSM pun berupaya untuk memengaruhi kebijakan agar lebih berpihak pada keadilan dan kebutuhan masyarakat.

Sebagai penutup, Siti Shafiyah mengulas mengenai berbagai tantangan yang kerap dihadapi para aktivis, mulai dari stigma negatif masyarakat hingga tekanan dari pihak-pihak yang merasa terusik dengan kerja-kerja advokasi. Tantangan lainnya adalah menjaga integritas, mengelola rasa lelah, serta menyeimbangkan aktivitas sosial dengan kebutuhan pribadi. Namun, ia menegaskan bahwa setiap hambatan sejatinya dapat menjadi ruang pembelajaran yang berharga. Melalui konsistensi, solidaritas, dan strategi advokasi yang tepat, aktivisme tetap dapat menjadi jalan perubahan yang bermakna bagi masyarakat.

Penulis  Ilham Azzis, mahasiswa Ilmu Politik 2022