“One Piece ‘Jolly Roger’ di Negeri Merah Putih: Antara Kritik Sosial dan Keamanan Negara”
Penulis : Raisya Magfira
(Mahasiswa Semester 5 Ilmu Hubungan Internasional FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
One Piece merupakan salah satu anime yang sejak lama memiliki tempat istimewa di hati banyak orang. Popularitasnya tidak terbatas pada satu kelompok usia saja, melainkan lintas generasi. Anak-anak mengenalnya sebagai tontonan penuh petualangan dan imajinasi, sementara orang dewasa menjadikannya bagian dari nostalgia karena sudah mengikuti ceritanya sejak kecil. Tidak berlebihan jika One Piece disebut sebagai bagian dari perjalanan hidup banyak orang, sebab episode perdananya rilis pada tahun 1997 dan hingga kini kisahnya masih berlanjut dengan konsistensi yang luar biasa.
Di indonesia, One Piece menjadi perbincangan hangat khususnya dibulan menjelang kemerdekaan Indonesia yang ke-80. Kehadirannya bahkan dianggap sebagai simbol yang memantik semangat perlawanan masyarakat, karena narasi di dalam anime tersebut identik dengan perjuangan melawan penindasan dan ketidakadilan. Karenanya, hal ini menimbulkan pertanyaan “Apakah One Piece menjadi simbol perlawanan yang dianggap sebagai ancaman bagi keamanan nasional Indonesia, atau justru sekadar bentuk ekspresi budaya yang harus dipahami secara lebih bijak?”
Simbolisme Jolly Roger dan Kritik Sosial dalam Budaya Populer
Anime One Piece merupakan karya yang memperlihatkan realitas sosial dan politik dunia yang mendalam. Dengan suguhan alur cerita yang penuh dengan konflik, anime ini mengeksplorasi isu-isu krusial seperti korupsi, genosida, perbudakan, perdagangan manusia, rasisme, kekuasaan pemerintah yang mutlak, kudeta pemerintahan, eksperimen ilegal, wabah virus, pembakaran buku hingga rahasia dunia yang disembunyikan. Dengan memasukkan elemen-elemen ini, One Piece bukan hanya menjadi serial yang menghibur, tetapi juga memberikan wawasan tentang beragam masalah yang ada di masyarakat. Hal inilah yang membuatnya mudah diterima sebagai simbol kritik sosial di berbagai konteks, termasuk di Indonesia.
Menjelang kemerdekaan, masyarakat Indonesia banyak yang mengibarkan bendera One Piece atau yang dikenal dengan bendera Jolly Roger. Bendera ini seringkali diartikan sebagai kebebasan dan pemberontakan terhadap otoritas. Selain itu, simbol dari tengkorak yang memakai topi jerami dalam bendera tersebut pada dunia One Piece diartikan sebagai semangat kebersamaan dan cita-cita kolektif yang dianut oleh kru Topi Jerami. Lambang ini kemudian ditafsirkan sebagai cerminan harapan masyarakat akan perjuangan kolektif demi tercapainya keadilan dan kebebasan dalam ranah politik. Ketika anak muda menampilkan simbol tersebut di kendaraan atau akun media sosial mereka, hal itu menjadi bentuk pernyataan solidaritas terhadap kelompok yang merasa terpinggirkan. Sehingga Jolly Roger juga berfungsi sebagai medium visual untuk menyuarakan keresahan masyarakat terhadap sistem yang dianggap tidak berpihak. Dengan demikian, ikon bajak laut ini menjelma menjadi simbol perlawanan terhadap bentuk-bentuk penindasan yang bersifat struktural maupun operasional.
Perspektif Narasi Kekuasaan dan Resistensi Simbolik dalam Budaya Populer
Dari sudut pandang negara, kemunculan dari banyaknya pemasangan bendera Jolly Roger dianggap sebagai bentuk penyimpangan makna nasionalisme. Pemerintah memandang bahwa penggunaan simbol asing berdampingan dengan bendera Merah Putih diartikan sebagai tindakan yang berpotensi merusak kehormatan simbol negara dan mengganggu persatuan nasional. Hal ini terlihat dari pernyataan sejumlah pejabat yang menegaskan bahwa bendera Merah Putih harus tetap menjadi satu-satunya lambang pemersatu bangsa. Sikap ini mencerminkan upaya negara untuk mempertahankan hegemoni simbolik, yaitu kekuasaan dalam menentukan makna yang sah mengenai nasionalisme dan identitas kebangsaan. Negara berusaha untuk mecegah agar hanya simbol resmi negara yang dapat merepresentasikan semangat kebangsaan dan mencegah terjadinya gerakan yang tidak berada di bawah kendali negara. Hal ini juga sejalan dengan pemikirian Roland Barthes tentang mitos dan simbol, yang memperlihatkan bagaimana narasi kekuasaan dibangun untuk menegaskan bahwa simbol alternatif seperti bendera Jolly Roger adalah sesuatu yang menyimpang, bahkan berpotensi mengancam kesatuan bangsa.
Sehingga, simbol bendera bajak laut Topi Jerami yang kerap dipasang bersanding dengan bendera merah putih tidak sekadar ekspresi fandom, melainkan juga refleksi keresahan masyarakat terhadap situasi sosial-politik. One Piece menjadi semacam bahasa baru generasi muda untuk menyampaikan kritik dengan cara kreatif dan mudah dipahami bersama. Serta penting bagi negara untuk tidak sekadar melihat simbol budaya populer sebagai ancaman, melainkan sebagai peluang untuk memahami aspirasi rakyat yang disampaikan melalui medium kreatif. Ketika kritik sosial hadir dalam bentuk yang imajinatif dan penuh makna seperti One Piece, maka dialog antara negara dan masyarakat bisa dibangun dengan cara yang lebih inklusif.