Kuliah Tamu: Mengkaji Kontribusi NGO vs IGO dalam Hubungan Internasional
Kuliah Tamu: Mengkaji Kontribusi NGO vs IGO dalam Hubungan Internasional

Berita FISIP. Jum'at 20 Juni 2025, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional menyelenggarakan kuliah tamu dengan tema: NGO vs IGO, Kontribusi dan Keterbatasannya dalam Hubungan Internasional. Kegiatan ini menghadirkan Wirya Adiwena (Wakil Direktur Amnesty International Indonesia) dan Fathu Hidayat R. (Senior associate Trade and Business Development, Regional Coordinator (Asia), Islamic Development Bank). Kegiatan ini merupakan bagian dari perkuliahan mata kuliah Organisasi Internasional, yang diampu oleh Dr. Mutiara Pertiwi.

Para pembicara mengulas kompleksitas praktik kerja organisasi tempatnya bekerja dengan informatif. Pemaparan dibuka oleh Wirya Adiwena dengan pengenalan pondasi teoritis aktivitas masyarakat sipil dalam mengadvokasi perlindungan hak asasi manusia (HAM) melalui proses boomerang effect dan norm cascade. Kehadiran organisasi non-governmental organization (NGO) memungkinkan perjuangan perlindungan HAM dapat dilakukan dari multiple front, karena sejatinya satu pelanggaran HAM di satu tempat adalah pelanggaran HAM di seluruh dunia. Wirya juga memberikan beberapa contoh dilema kemanusiaan yang dihadapi organisasinya di lapangan, termasuk kasus hukuman mati, extrajudicial killing, dan krisis Myanmar.

Pembicara kedua adalah Fathu Hidayat, yang merupakan Senior Associate di IsDB dan merupakan alumni Prodi HI UIN Jakarta. Fathu menjelaskan awal ketertarikannya dengan dunia ekonomi politik di bangku kuliah, hingga akhirnya melabuhkan karir di dunia perbankan Islam internasional. Fathu menjelaskan bahwa saat ini, Indonesia masuk dalam tiga besar investor di IsDB, sehingga memiliki pengaruh yang cukup kuat. Fathu juga berbagi pengalaman kerjanya membantu beberapa negara Islam di Asia Tengah memoderasi ketergantungan terhadap perdagangan Rusia. Peran IsDB terutama adalah membantu pembiayaan pembangunan negara-negara yang terpinggirkan (oleh perbankan konvensional seperti World Bank atau Asian Development Bank), dengan menawarkan skema perbankan syariah.

Sesi diskusi pun berlangsung dengan bersemangat, dan hanya terhenti karena keterbatasan waktu. Berbagai isu yang sempat dibahas termasuk soal kasus perkosaan 1998 dan adaptasi IsDB di tengah krisis ekonomi.

Kegiatan ditutup dengan kalimat-kalimat inspiratif dari pembicara. Wirya berpesan pada mahasiswa untuk berprestasi di manapun kita ditempatkan. Fathu menyambungnya dengan penguatan bahwa kita perlu berimbang membangun keahlian: harus memiliki keunggulan spesifik, namun juga wawasan yang luas dan beragam agar mudah membangun jejaring dan beradaptasi dengan berbagai tantangan.(Mutiara-Tries)