Ketika Cuaca Mengancam Nyawa: Seberapa Bahaya Perubahan Iklim bagi Keamanan Manusia?”
Ketika Cuaca Mengancam Nyawa: Seberapa Bahaya Perubahan Iklim bagi Keamanan Manusia?”

Penulis : Kanaya Tifarah Lazuardy, mahasiswa Hubungan Internasional

Perubahan iklim sudah lama dibicarakan sebagai isu lingkungan. Kini ia beralih wajah menjadi ancaman yang nyata bagi keamanan manusia. Bukan sekadar kehilangan hutan atau pengurangan keanekaragaman hayati. Ketika banjir menenggelamkan rumah, ketika musim kemarau merusak panen, atau ketika gelombang panas menimbulkan kematian yang bisa dihindari, maka yang dipertaruhkan adalah hak dasar manusia: akses terhadap pangan, air bersih, kesehatan dan tempat tinggal. Dampak seperti ini, bila menumpuk di daerah yang rentan, akan mudah berubah menjadi krisis kemanusiaan dan potensi konflik. Oleh karena itu kita perlu menanyakan dengan tegas, seberapa besar ancaman ini dan apa yang harus dilakukan sekarang (IPCC, 2023).

Bagaimana perubahan iklim mengancam keamanan hidup manusia

Ada beberapa jalur yang menghubungkan fenomena iklim dengan ancaman terhadap keamanan manusia. Pertama, kejadian cuaca ekstrem memberi dampak langsung. Gelombang panas menyebabkan kematian dan menekan layanan kesehatan. Banjir dan badai menghancurkan rumah dan infrastruktur sehingga warga kehilangan tempat tinggal dan sumber penghidupan. Laporan ilmiah menunjukkan bahwa dampak fisik tersebut sudah meningkat dan akan semakin sering jika pemanasan global berlanjut (IPCC, 2023; Lancet Countdown, 2023).

Kedua, perubahan pola curah hujan dan suhu mempengaruhi produksi pangan dan ketersediaan air. Kekeringan panjang menurunkan hasil panen dan mengurangi pakan ternak. Ketika produksi pertanian jatuh, harga pangan naik dan ketahanan pangan menurun. Bagi komunitas yang bergantung pada pertanian subsisten, tekanan semacam ini dapat berarti kelaparan dan kemiskinan. Dalam konteks sosial yang rapuh, tekanan ekonomi ini mudah memicu protes, persaingan lokal atas sumber daya, dan konflik komunal (World Bank, 2018).

Ketiga, kerusakan ekonomi dan lingkungan mendorong mobilitas paksa. Orang pindah dari desa ke kota atau menyeberang batas negara karena kehilangan mata pencaharian atau rumah. Proyeksi menunjukkan bahwa gelombang migrasi internal terkait iklim bisa mencapai puluhan juta orang pada pertengahan abad jika mitigasi dan adaptasi tidak diperkuat (World Bank, 2018; Groundswell Part II, 2021). Perpindahan massal semacam itu memberi tekanan pada kota-kota penerima dan layanan publik. Tanpa perencanaan yang baik, tekanan ini menimbulkan ketegangan sosial.

Keempat, iklim bertindak sebagai faktor penguat ketegangan yang sudah ada. Bukti kuantitatif semakin menunjukkan ada hubungan antara kondisi iklim ekstrem dan peningkatan kekerasan pada berbagai skala. Kajian meta menegaskan bahwa perubahan iklim berkaitan dengan peningkatan konflik interpersonal, protes dan, dalam beberapa konteks, konflik antarkelompok (Hsiang, Burke, & Miguel, 2013; Burke et al., 2015). Namun penting dicatat bahwa iklim jarang menjadi penyebab tunggal konflik. Biasanya ia memperparah masalah struktural seperti kelemahan institusi, ketidaksetaraan, dan persaingan politik.

Bukti empiris dan beberapa studi kasus

Beberapa wilayah telah menampilkan hubungan ini secara nyata. Di wilayah Sahel, kombinasi degradasi lahan, kebutuhan padang penggembalaan, dan ketidakstabilan politik memicu konflik yang sebagian dipengaruhi oleh tekanan iklim. Di Bangladesh, naiknya muka air laut dan banjir berulang mendorong pengungsian internal dan menambah tantangan urbanisasi pesisir. Kasus Suriah sering dikutip sebagai contoh kompleksitas ini. Sebelum konflik besar meletus, daerah pertanian mengalami kekeringan berkepanjangan yang memperparah tekanan ekonomi. Para peneliti memperingatkan agar tidak menyederhanakan sebab konflik Suriah hanya pada iklim, namun peristiwa itu memberi gambaran bagaimana tekanan iklim dapat mempercepat krisis yang sudah ada (Hsiang et al., 2013; Burke et al., 2015).

Sumber-sumber organisasi internasional juga memperingatkan lonjakan dampak kesehatan dan pengungsian. Laporan IPCC 2023 menegaskan bahwa dampak dan risiko terhadap manusia sudah nyata dan tersebar luas. Laporan Lancet Countdown menggambarkan bagaimana gelombang panas dan masalah kesehatan terkait iklim melonjak, sedangkan data UNHCR dan IDMC menunjukkan peningkatan perpindahan yang dipicu oleh bencana dan faktor iklim yang berhubungan (IPCC, 2023; Lancet Countdown, 2023; UNHCR, 2024).

Apa artinya bagi kebijakan keamanan internasional

Melihat fenomena di atas, perubahan iklim harus dipandang sebagai bagian dari agenda keamanan manusia yang lebih luas. Ada beberapa implikasi praktis. Pertama, agenda keamanan nasional dan perencanaan militer perlu memasukkan risiko iklim dalam skenario dan latihan. Infrastruktur kritis seperti pembangkit listrik, jalur pasokan, dan fasilitas kesehatan harus dirancang atau disesuaikan agar tahan terhadap cuaca ekstrem.

Kedua, penanganan harus fokus pada adaptasi dan ketahanan sosial. Investasi pada infrastruktur tahan bencana, sistem peringatan dini, cadangan pangan dan program perlindungan sosial dapat mengurangi kerentanan. Ketiga, masalah migrasi iklim memerlukan mekanisme regional dan internasional yang manusiawi serta terkoordinasi. Negara penerima perlu didukung supaya dapat menyerap migran dan mencegah konflik lokal. Keempat, mitigasi global tetap penting. Tanpa pengurangan emisi yang agresif, skenario terburuk akan meningkatkan frekuensi dan intensitas kejadian ekstrem yang semakin sulit diatasi oleh respons lokal saja. Dengan kata lain, keamanan manusia bergantung pada keberhasilan aksi iklim global.

Sulitnya menetapkan sebab tunggal, namun tidak boleh menunggu

Satu kritik yang kerap muncul adalah bahwa bukti hubungan antara iklim dan konflik belumlah mutlak sebab multikausal. Ini betul. Banyak studi akademis menekankan bahwa politik, ekonomi, sejarah, dan institusi menentukan apakah tekanan iklim berubah jadi konflik. Namun kelemahan argumen itu bukan alasan untuk abai. Malahan, pemahaman tentang kompleksitas ini justru menuntut solusi yang lebih cerdas dan lintas sektor. Intervensi sederhana seperti memperkuat pasar lokal, memperbaiki tata kelola air, dan melindungi hak atas tanah dapat membuat perbedaan besar saat tekanan iklim datang.

Memperkuat institusi, pembiayaan, dan tata kelola

Tantangan iklim tidak hanya teknis, ia juga institusional. Banyak negara rentan kekurangan kapasitas perencanaan dan anggaran untuk adaptasi. Untuk itu perlu dua hal sekaligus. Pertama, penguatan lembaga pemerintahan yang mengelola risiko bencana dan layanan dasar. Lembaga ini harus mampu merencanakan antisipasi jangka menengah dan jangka panjang, mengintegrasikan data iklim ke perencanaan tata ruang, serta merespons cepat ketika bencana terjadi. Kedua, soal pembiayaan. Adaptasi memerlukan dana besar untuk infrastruktur tahan bencana, sistem peringatan dini, dan program perlindungan sosial. Sumber pendanaan harus kombinasi antara anggaran negara, dana internasional, dan mekanisme pembiayaan inovatif seperti obligasi iklim. Tanpa mekanisme pembiayaan yang andal, program adaptasi tidak akan mencapai skala yang dibutuhkan, terutama di negara berpendapatan menengah ke bawah yang paling rentan (World Bank, 2018; IPCC, 2023).

Peran sektor keamanan dan respons kemanusiaan

Sektor keamanan, termasuk angkatan bersenjata dan lembaga penanggulangan bencana, sering menjadi aktor utama dalam respons cepat terhadap bencana. Peran ini penting karena militer biasanya memiliki logistik, transportasi, dan kapasitas operasi lapangan yang besar. Namun jika keterlibatan militer menjadi solusi utama tanpa adanya upaya sipil untuk membangun kapasitas lokal, keberlanjutan respons akan terancam. Oleh karena itu perlu keseimbangan antara kemampuan tanggap darurat militer dan penguatan kapasitas sipil seperti layanan kesehatan, penyediaan air bersih, dan rehabilitasi ekonomi lokal. Selain itu, sektor keamanan harus dilatih untuk mengelola operasi yang sensitif secara sosial supaya intervensi tidak memperburuk ketidakpercayaan masyarakat (Lancet Countdown, 2023; WHO, 2023).

Migrasi iklim dan kebutuhan kerangka hukum baru

Mobilitas akibat iklim menuntut jawaban hukum dan kebijakan yang belum tersedia secara lengkap di banyak perjanjian internasional. Pengungsi iklim sering tidak memenuhi definisi pengungsi menurut UN Refugee Convention sehingga perlindungan hukum menjadi terbatas. Ini menimbulkan kebutuhan untuk pengembangan mekanisme regional yang mengatur pemukiman, akses layanan dasar, dan hak kerja bagi migran internal dan lintas negara. Kerangka semacam itu harus mengedepankan pendekatan kemanusiaan dan berbasis bukti serta memperhitungkan kapasitas negara tujuan agar integrasi berjalan adil dan mengurangi potensi konflik sosial (World Bank, 2021; UNHCR, 2024).

Agenda penelitian dan prioritas data

Untuk membuat kebijakan yang efektif, pembuat kebijakan memerlukan data yang lebih representatif dan terintegrasi. Beberapa bidang penelitian yang mendesak antara lain evaluasi dampak adaptasi yang efektif, analisis hubungan konteksual antara tekanan iklim dan konflik lokal, serta studi dampak finansial jangka panjang bila adaptasi tidak segera dilakukan. Monitoring berbasis satelit, data iklim lokal, dan survei sosial ekonomi perlu digabungkan untuk menyediakan peta risiko yang dapat dipakai dalam perencanaan. Selain itu penelitian transdisipliner antara ilmu lingkungan, ekonomi, dan ilmu politik akan membantu merumuskan intervensi yang lebih tepat sasaran (Hsiang et al., 2013; Burke et al., 2015).

Menanggapi perubahan iklim dalam perspektif keamanan manusia memerlukan strategi komprehensif. Ini berarti memperkuat tata kelola dan pembiayaan adaptasi, mensinergikan peran militer dan kapasitas sipil, merumuskan mekanisme hukum untuk migrasi iklim, dan mengisi kekosongan data melalui riset yang terkoordinasi. Jika langkah-langkah ini diambil sekarang, negara dan komunitas dapat mengurangi kemungkinan bahwa tekanan iklim berubah menjadi krisis kemanusiaan yang luas. Jika tidak, risiko gangguan terhadap kehidupan manusia dan stabilitas sosial akan terus meningkat seiring memburuknya iklim global.

Maka dari itu, dapat di simpulkan bahwa perubahan iklim adalah ancaman nyata bagi keamanan manusia. Ia memengaruhi kesehatan, pangan, tempat tinggal, dan kapasitas masyarakat untuk hidup aman. Di beberapa konteks, iklim menjadi pemicu yang memperparah konflik. Oleh karena itu respons harus bersifat ganda. Di satu sisi kita harus mempercepat mitigasi global untuk menahan pemanasan. Di sisi lain kita harus memperkuat adaptasi, meningkatkan ketahanan sosial, dan membangun mekanisme kerja sama regional untuk menangani migrasi dan pengungsian. Langkah-langkah ini bukan pilihan ideal semata, melainkan kebutuhan praktis untuk mencegah cuaca menjadi penyulut krisis kemanusiaan yang meluas.

References

2023 Report - Lancet Countdown. (2024, July 26). Lancet Countdown. https://lancetcountdown.org/2023-report/

Burke, M., Hsiang, S. M., & Miguel, E. (2015). Climate and Conflict. Annual Review of Economics, 7(1), 577–617. https://doi.org/10.1146/annurev-economics-080614-115430

Clement, V., Rigaud, K. K., de Sherbinin, A., Jones, B., Adamo, S., Schewe, J., Sadiq, N., & Shabahat, E. (2021). Groundswell Part 2: Acting on Internal Climate Migration. Openknowledge.worldbank.org, 2. https://openknowledge.worldbank.org/entities/publication/2c9150df-52c3-58ed-9075-d78ea56c3267

Global Trends report 2023 | UNHCR. (2023). UNHCR. https://www.unhcr.org/media/global-trends-report-2023

Hsiang, S. M., Burke, M., & Miguel, E. (2013). Quantifying the Influence of Climate on Human Conflict. Science, 341(6151), 1235367–1235367. https://doi.org/10.1126/science.1235367

IPCC. (2023). Climate Change 2023 Synthesis Report. IPCC. https://www.ipcc.ch/report/ar6/syr/downloads/report/IPCC_AR6_SYR_LongerReport.pdf

Rigaud, K., De Sherbinin, A., Jones, B., Bergmann, J., Clement, V., Ober, K., Schewe, J., Adamo, S., Mccusker, B., Heuser, S., & Midgley, A. (n.d.). PREPARING FOR INTERNAL CLIMATE MIGRATION GROUNDSWELL Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized. https://documents1.worldbank.org/curated/en/846391522306665751/pdf/124719-v2-PUB-PUBLIC-docdate-3-18-18WBG-ClimateChange-Final.pdf

World Health Organization. (2023, October 12). Climate Change. World Health Organization. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/climate-change-and-health