Keamanan Global Setelah Pandemi: Dari Kerentanan Menuju Ketahanan Strategis
Penulis ; Nazwa Hanafiza (Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta)
Pandemi Covid-19 meninggalkan bekas yang jauh melampaui jumlah kasus dan angka kematian. Membuat prioritas negara, memaksa pemerintahan dan institusi internasional merevisi definisi keamanan. Di tengah pulihnya aktivitas ekonomi dan sosial, kita menyaksikan pergeseran yang signifikan seperti ancaman tradisional seperti konflik antarnegara kini berjalan beriringan dengan ancaman non-tradisional seperti penyakit menular, gangguan rantai pasok, dan disinformasi yang sama-sama mampu mengguncang stabilitas nasional dan internasional. Opini ini berusaha menelaah bagaimana dinamika tersebut menantang pendekatan keamanan konvensional dan menuntut respons yang lebih integratif.
Pandemi menegaskan bahwa keamanan manusia bukan hanya semata pertahanan militer yang harus menjadi pusat kebijakan. Krisis kesehatan membuka celah pada aspek-aspek dasar keselamatan publik seperti akses layanan kesehatan, jaring pengaman sosial, dan ketahanan ekonomi. Negara-negara yang sistem kesehatan dan perlindungan sosialnya masih terbilang cukup lemah mengalami tekanan sosial dan politik yang memperbesar resiko konflik domestik dan kerentanan terhadap sistem pemerintahan. Fokus pada keamanan manusia bukan hanya soal moralitas, tetapi juga soal kepentingan praktis dalam mengalokasikan sumber daya untuk kesehatan publik yang berarti berinvestasi pada stabilitas nasional maupun internasional.
Selain itu, lemahnya tata kelola global selama masa pandemi memunculkan berbagai respons dari negara-negara mulai dari kebijakan penutupan perbatasan, pembatasan ekspor, hingga upaya nasionalisasi pasokan medis. Langkah-langkah tersebut memperlihatkan batas nyata dari solidaritas internasional ketika kepentingan nasional masing-masing negara lebih diutamakan. Perdebatan mengenai distribusi vaksin, rivalitas geopolitik dalam praktik diplomasi kesehatan, serta ketidakmampuan lembaga multilateral menjalankan koordinasi yang efektif memperkuat kekhawatiran bahwa dunia sedang memasuki fase dimana kerjasama kolektif semakin sulit diwujudkan. Tanpa adanya penguatan terhadap institusi global dan mekanisme kerja sama yang inklusif, ancaman lintas batas baik dalam bidang kesehatan, ekonomi, maupun keamanan akan terus dihadapi secara reaktif dan terpecah-pecah.
Pandemi juga mempercepat persaingan besar seperti politik vaksin dan narasi mengenai penanganan Covid-19 menjadi alat pengaruh geopolitik. Negara-negara besar menggunakan kapasitas produksi medis, bantuan kesehatan, dan narasi ilmiah sebagai instrumen soft power untuk memperbaiki citra atau memperluas pengaruhnya di kawasan tertentu. Dalam konteks ini, ketegangan antara kekuatan besar berisiko menggeser respons kesehatan menjadi arena kompetisi strategis, dengan implikasi pada aliansi, akses teknologi, dan struktur perdagangan global. Oleh karena itu, apa yang tampak sebagai masalah kesehatan kerap berubah menjadi isu geopolitik dengan konsekuensi jangka panjang.
Dampak pandemi terhadap sektor pertahanan dan kesiapan militer terbukti sangat signifikan. Pada masa puncak krisis, banyak angkatan bersenjata menghadapi gangguan dalam rantai pasokan senjata, kekurangan personel akibat terpapar Covid-19 dan karantina, serta pembatasan kegiatan latihan dan operasi. Kondisi ini memunculkan perdebatan mengenai perluasan peran militer dalam fungsi non-tradisional, seperti mendukung logistik sipil, membantu distribusi bantuan, dan menjalankan misi kemanusiaan. Sebagai respons, aliansi pertahanan dan lembaga militer internasional kini mulai memasukkan ancaman biologis serta aspek kesehatan masyarakat ke dalam kerangka perencanaan strategis mereka yang meliputi manajemen logistik, perlindungan kesehatan personel, dan koordinasi lintas negara dalam situasi darurat. Pandemi menunjukkan bahwa konsep kesiapan militer yang sejati tidak hanya mencakup kemampuan menghadapi konflik bersenjata, tetapi juga kapasitas untuk merespons krisis kesehatan global secara efektif.
Dari perspektif ekonomi dan infrastruktur, terganggunya rantai pasok global mengungkap betapa besar ketergantungan dunia pada sejumlah pemasok utama yang menjadi suatu titik lemah dalam sistem keamanan. Sebagai respons, negara dan sektor swasta mulai meninjau ulang strategi mereka dengan melakukan diversifikasi sumber produksi, memindahkan sebagian kegiatan industri kembali ke dalam negeri (reshoring), serta memperkuat cadangan strategis untuk kebutuhan vital. Pendekatan ekonomi yang berorientasi pada ketahanan (resilience) tidak berarti menolak prinsip pasar bebas, melainkan menyesuaikannya agar tetap efisien sekaligus tangguh menghadapi krisis. Dengan demikian, ketahanan rantai pasok kini menjadi komponen penting dalam paradigma baru keamanan nasional yang menyatukan dimensi ekonomi, kesehatan, dan pertahanan negara.
Selain itu, pandemi juga memicu peningkatan signifikan dalam ancaman siber dan penyebaran informasi palsu. Serangan terhadap sistem kesehatan, pencurian data, hingga kampanye disinformasi yang terorganisir telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga publik. Dalam konteks ini, keamanan informasi menjadi pondasi penting bagi keamanan publik secara keseluruhan. Tanpa sistem digital yang terlindungi dengan baik serta masyarakat yang memiliki kemampuan untuk mengenali dan menolak manipulasi informasi, efektivitas kebijakan kesehatan maupun kestabilan politik akan selalu berada dalam risiko. Karena itu, diperlukan strategi yang bersifat multidimensi yang mengintegrasikan perlindungan teknis, regulasi yang kuat, serta peningkatan literasi digital masyarakat untuk menciptakan ekosistem informasi yang aman dan tangguh.
Apa yang harus dilakukan? Pertama, memperkuat tata kelola global melalui reformasi institusi multilateral dan peningkatan pendanaan bersama, agar penanganan pandemi diakui sebagai bagian integral dari agenda keamanan jangka panjang dunia. Kedua, memperluas cakupan doktrin keamanan nasional dengan mengintegrasikan ancaman non-tradisional seperti krisis kesehatan, ancaman biologis serta memastikan adanya investasi konkret dalam sistem kesehatan publik, mekanisme perlindungan sosial, dan kapasitas biosekuriti nasional. Ketiga, memperdalam kerjasama antarnegara di tingkat regional untuk memperkuat ketahanan rantai pasok penting, meningkatkan koordinasi logistik, serta menciptakan sistem berbagi cadangan strategis bagi kebutuhan darurat. Keempat, mengembangkan mekanisme transparansi dan pertukaran data ilmiah lintas batas yang lebih terbuka guna mencegah munculnya rivalitas strategis yang justru dapat menghambat efektivitas upaya kolektif dalam menghadapi ancaman global di masa depan.
Secara keseluruhan keamanan internasional setelah pandemi Covid-19 tidak lagi semata diukur dari kekuatan militer atau jumlah senjata yang dimiliki, melainkan dari sejauh mana suatu negara mampu menjaga dan melindungi kesejahteraan manusia dalam arti yang komprehensif mencakup aspek kesehatan, stabilitas ekonomi, dan keamanan informasi. Pandemi menjadi pengingat bahwa keselamatan kolektif umat manusia sangat bergantung pada tingkat kesiapsiagaan, kapasitas kerja sama lintas negara, serta keberanian politik untuk menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan negaranya sendiri. Apabila komunitas global dapat menindaklanjuti pembelajaran tersebut melalui reformasi sistemik dan solidaritas yang nyata, maka dunia tidak sekadar akan pulih dari krisis, tetapi juga akan tumbuh menjadi lebih tangguh dan siap menghadapi berbagai ancaman di masa depan.
Daftar Pustaka
Baldwin, D. A. (2021). The concept of security revisited: Implications after COVID-19.
International Security Review, 33(2), 45–62. https://doi.org/10.1080/09662839.2021.1874389
Fidler, D. P. (2020). The COVID-19 pandemic and international security: An agenda for research. Global Health Governance, 14(1), 6–23.
United Nations. (2020). COVID-19 and human security: Human security approach to building back better. United Nations Trust Fund for Human Security. https://www.un.org/humansecurity
Nye, J. S. (2020). Power and interdependence in the age of COVID-19. Foreign Affairs, 99(4), 10–16.
Putri, R. D., & Suryawan, I. W. (2021). Dampak pandemi COVID-19 terhadap keamanan non-tradisional di Indonesia. Jurnal Ilmu Hubungan Internasional, 9(2), 120–135. https://doi.org/10.20473/jihi.v9i2.2021