FISIP UIN Jakarta Jadi Tuan Rumah Kongres Ulama Perempuan Indonesia
FISIP UIN Jakarta Jadi Tuan Rumah Kongres Ulama Perempuan Indonesia

Auditorium Bahtiar Effendy, FISIP Daring – Jelang pesta demokrasi 2024, Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Jakarta bekerja sama dengan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) serta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta menyelenggarakan Talk Show Maklumat Politik Ulama Perempuan bertema Pemilu Bersih dan Bermartabat Untuk Peradaban Berkeadilan. Senin, (20/11/2023), bertempat di Auditorium Bahtiar Effendy, kampus FISIP UIN Jakarta.

Kepala PSGA UIN Jakarta, Dr. Hj. Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag menyampaikan bahwa kolaborasi ini merupakan wujud sinergi dan kerjasama yang harmonis antara akademisi, masyarakat, tokoh masyarakat, ormas dalam mewujudkan masyarakat adil, makmur dan penuh kedamaian. Dalam sambutannya, beliau juga menginformasikan bahwa UIN Jakarta  sudah memiliki satgas pidana kekerasan sosial bernama R3.

"Ingin kami informasikan, UIN Jakarta sejak bulan mei ini sudah memiliki satgas tindak pidana kekerasan sosial yang terdiri dari para Wadek kemahasiswaan sebanyak 12 fakultas ditambah sekolah pascasarjana dengan nama satgas R3 (Rumah Ramah Rahmat). Dinamakan satgas ini supaya menjadi rumah yang memberikan kerahmatan kepada seluruh sivitas akademik UIN Jakarta, insya Allah bulan desember atau januari akan launching dua lokasi day care di kampus 1 dan 2, selanjutnya kampus 3" terangnya

Selain satgas R3, tambahnya, akan ada konsentrasi di atas sekolah gender atau disebut akademi gender dan pelayanan untuk penyelesaian tindak kekerasan. Harapan kuat tersebut dimaksudkan agar kampus di Indonesia, khususnya UIN Jakarta menjadi tempat terbaik bagi individu perempuan dalam berproses untuk menjadi pribadi yang kuat dan bermartabat, seiring dengan tagline PSG UIN Jakarta "PSGA hebat dan bermartabat." 

Ketua Majelis Musyawarah KUPI, Nyai Hj. Badriyah fayumi, M.Ag mengatakan bahwa KUPI berkaca dari pemilu 2019 yang menjadi sejarah buruk demokrasi bangsa yang hampir meruntuhkan pilar-pilar berbangsa dan bernegara hingga ancaman kemanusiaan. Oleh karena itu, KUPI bersama elemen bangsa dalam kegiatan ini harus menjadi pengamat yang berperan aktif dalam mengawal pemilu 2024 guna mewujudkan pemilu yang bersih dan bermartabat untuk peradaban yang berkeadilan.

Dalam sambutannya beliau mengatakan bahwa menjelang Pemilu 2024 KUPI dihadapkan dengan realitas terkoyaknya rasa keadilan masyarakat, akibat hukum dan aparatur negara yang dijadikan alat pelanggengan kekuasaan. Concern KUPI adalah menjaga dan merawat NKRI yang mana berperan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan melalui langkah-langkah dan kerja-kerja keulamaan sekaligus kerja peradaban. Maka, KUPI merasa terpanggil untuk menyuarakan pandangan ulama sekaligus aspirasi perempuan. Dengan cara KUPI bersama elemen bangsa berusaha memastikan agar (proses) kontestasi pemilu dapat berjalan secara ma'ruf (berjalan di atas aturan dan norma yang adil yang baik).

Beliau juga menegaskan, suara ulama perempuan wajib hadir mengajak, mengingatkan para aktor politik, pemegang kekuasaan dan masyarakat agar mengkritisi realitas agar perjalanan demokrasi tidak mengabaikan norma-norma dan etika baik dalam proses maupun produknya. Karena seharusnya akhlak dan budi pekerti harus menjiwai perilaku aktor politik individu, institusional dan juga rakyatnya dalam berakhlakul karimah.

"Suara ulama perempuan wajib hadir mengajak, mengingatkan juga harus mengkritisi realitas karena selain amal ma'ruf kita juga harus nahi munkar. Di negara yang berketuhanan, kehidupan berbangsa dan bernegara tidak boleh dilepaskan dari moral dan etika universal agama dan budi luhur bangsa. Akhlak dan budi pekerti harus menjiwai perilaku aktor politik individu maupun institusional dan juga rakyatnya dalam berakhlakul karimah. Hal ini wajib terus disuarakan agar para aktor politik dan pemegang kekuasaan senantiasa amanah, eling dan waspada. Seperti yang dikemukakan oleh Al-Ghazali Agama dan kekuasaan negara adalah saudara kembar, tidak untuk saling memprovokasi. Agama adalah pondasi sedangkan kekuasaan negara adalah pengawalnya, sesuatu yang tidak memiliki fondasi akan runtuh sedangkan sesuatu yang tidak memiliki pengawal akan tersia-siakan." Tandasnya.

Hadir sebagai Keynote Speaker dalam sambutannya Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Asep Saepudin Jahar, MA., Ph. D mengatakan bahwa perempuan dalam keterlibatannya di masyarakat politik merupakan keberkahan. Walaupun beberapa kendala dan isu-isu politik serta sosial masih menjadi agenda bersama terutama perempuan yang masih mendapatkan perbedaan. 

Sementara itu, beliau juga mengungkapkan bahwa UIN Jakarta  telah melibatkan perempuan sebagai pemimpin di fakultas sudah terlihat jelas. Beliau juga berharap keseimbangan gender di UIN dapat menjadi garda yang mengedepankan perempuan sebagai usaha penggerak, modern dan keindonesiaan. Begitupun dengan usaha mencegah politik identitas dan  kisruh politik.

"Keterlibatan perempuan terutama sebagai pimpinan-pimpinan di fakultas yang sudah terlihat jelas. Sekilas jajaran warek dipimpin oleh laki-laki. Namun, pemimpin-pemimpin fakultas adalah perempuan ini adalah salah satu bentuk perhatian kepada peran perempuan. Perlu apresiasi keseimbangan ini dari UIN berada di garda depan untuk mengedepankan berbagai perhatian terhadap perempuan untuk usaha penggerak, modern dan keindonesiaan agar kita selalu pertahankan dan kita terus kembangkan. Lalu hal lain yaitu bagaimana usaha kita mencegah politik identitas, kisruh politik karena kita yang menginginkan kedamaian dan keberhasilan demokrasi untuk Indonesia maju." ungkapnya.

Talk Show ini moderatori oleh Peneliti PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Iklilah Muszayyanah Dini Fajriyah, M.Si dan diisi oleh beberapa narasumber berlatar belakang akademisi dan praktisi perempuan, antara lain sebagai berikut.

Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si. Beliau memaparkan tiga dasar norma pemilu yang perlu diketahui. Pertama, citizenship yaitu menjadi panutan dari keajikan kewarganegaraan. Kedua, representativeness yaitu harus mewakili masyarakat yang termarjinalkan misalnya kelompok disabilitas. Ketiga, competitiveness yaitu seberapa tinggi tingkat kompetisi.

Selain itu, beliau juga menyampaikan tentang pengaruh arus keutamaan dalam pemilu salah satunya adalah elektoral law. Elektoral law menjadi momok yang penting karena menyangkut sebuah kepercayaan dalam kontestasi pemilu. Jika elektoral law seperti UU pemilu bermasalah maka, dapat dikatakan ada maslah besar. Adapun elektoral manajemen yang perlu dimiliki oleh para penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu. Elektoral proses turut menjadi perhatian karena menyangkut kedewasaan individu/warganegara yang terlibat baik partisipasi, konvensional maupun non partisipasi elektoral. Pengaruh arus keutamaan bukan hanya pengetahuan akan tetapi menyangkut kemampuan dan sikap.

Sementara itu, Dekan FISIP UIN Jakarta, Prof. Dr. Dzuriyatun Toyibah, M.Si, M.A menjelaskan tentang output based education, dimana dari mata kuliah diharuskan untuk menjelaskan pemindaian karakter. Minimal dalam setiap pertemuan mata kuliah mahasiswa dapat terasah untuk saling menghargai. Pada output yang lebih rinci, akan terlihat kemampuan yang dimiliki mahasiswa terkait mata kuliah. Mahasiswa yang dapat menyerap skill, maka dapat dikatakan karakter-karakter tersebut ikut masuk.

" Mata kuliah itu diharuskan untuk menjelaskan pemindahan karakter. Kemudian minimal dalam mata kuliah  bisa membuat seseorang saling menghargai. Pada output yang lebih detail kepada skill terkait mata kuliah.  Ketika semua skill itu mampu diserap artinya karakter-karakter tersebut dalam proses masuk ke dalamnya" jelasnya.

Disisi lain, Komisioner Komnas Perempuan, Prof. Alimatul Qibtiyah, S. Ag., M.Si., MA., Ph.D menyampaikan setidaknya ada beberapa isu krusial yang perlu menjadi perhatian bagi perempuan. Beliau juga menjelaskan peran aktif yang dapat dilakukan oleh sivitas agama dalam pemilu 2024.

"Saya kira, sivitas agama harus mengetahui cara kita mengawal pesta demokrasi agar tetap aman dan damai dan penting untuk mendorong negara untuk melakukan fungsinya. Kemudian mengingatkan para kader terbaik untuk berkontestasi dengan penuh integritas, langkah hati, serta siap menang ataupun kalah. Selain itu, warga negara harus menjadi pemilih yang mempunyai strategi cerdas, rasional, dewasa, bermartabat dalam menghadapi konflik perbedaan pendapat. Mari tunjukan kepada dunia bahwa warga Indonesia itu negara modern. kita dapat menentukan pesta demokrasi dengan cerdas dan adil" terangnya.

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Nyai Hj. Alissa Wahid, M. PSI. Psikologi,..D. memaparkan bahwa kegiatan talk show merupakan salah satu upaya memberikan pendidikan kepada warga awam. Warga dapat ikut serta memastikan pergerakan sejarah bangsa ke arah yang diharapkan yaitu cita-cita "Indonesia Emas 2045". Beliau menjelaskan bahwa cita-cita tersebut tidak mungkin tercapai apabila tidak mempersiapkan para pengambil keputusan yang memahami martabat dan peradaban yang berkeadilan. Lalu, apa saja hal yang harus dilakukan oleh para pemimpin ke depan untuk mewujudkan hal tersebut? Beliau menerangkan ada 4 hal yang harus diterapkan.

"Apa yang harus dilakukan oleh orang-orang yang akan dicoblos adalah pembangunan berkelanjutan, ada tiga syarat dimensi yaitu perubahan kebijakan publik, perubahan perilaku masyarakat dan masyarakat sipil yang harus kuat. Terkhusus Indonesia merupakan negara yang religius, perlu adanya pendekatan agama. Semua hal tersebut harus menjadi sesuatu yang dapat dipastikan terjadi dalam kehidupan mendatang. Menuntut dan memastikan para pemimpin ke depan melakukan keadilan yang hakiki. Bukan prosedural tetapi memang tujuannya mewujudkan rakyat adil, makmur dan sentosa" ujarnya.

Selain itu, beliau menyampaikan harapan-harapan yang perlu diperhatikan ketika memilih karakter pemimpin mendatang. Pemimpin harus memastikan bahwa setiap bagian dalam pembangunan membawa perspektif adil gender dan membawa pandangan perempuan, pendidikan berkualitas merata bagi perempuan, kesehatan perempuan dan anak perempuan, praktik yang membahayakan perempuan perlu diperhatikan dan diberi penanganan, akses dunia kerja berdasarkan perspektif perempuan, serta harapan yang semoga terjadi adalah pemimpin mempunyai program kepemimpinan perempuan yang disengaja (pemberdayaan yang melahirkan pemimpin perempuan).

Acara kemudian ditutup dengn pembacaan lima maklumat politik yang dibacakan oleh Masrukhah, Ida Rasyidah, Lailatul Fitriyah, dan Faiquhuddin Abdul Qadir (AH)