Di Balik Panggung Politik: Strategi Komunikasi Politik Parlemen di Era Disrupsi
Di Balik Panggung Politik: Strategi Komunikasi Politik Parlemen di Era Disrupsi

Berita FISIP, Jumat 10 Oktober 2025. Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kembali menyelenggarakan kegiatan Bincang Alumni Ilmu Politik Series ke-8 secara daring. Pada edisi kali ini, seminar yang diselenggarakan pada 10 Oktober 2025 tersebut mengusung tema “Di Balik Panggung Politik: Strategi Komunikasi Politik Parlemen di Era Disrupsi” dengan narasumber Hendra Sunandar, S.Sos, M.I.Kom., alumni Ilmu Politik UIN Jakarta yang kini berkarier sebagai Pegawai Biro Pemberitaan Parlemen, Sekretariat Jenderal DPR RI. Diskusi kali ini dipandu oleh Faradita Wahyu Faeza, mahasiswa Ilmu Politik, yang bertugas sebagai moderator.

Sesi pemaparan materi dimulai dengan penjelasan mengenai pola komunikasi di era disrupsi digital yang mana publik bukan lagi sekedar penerima pasif, melainkan juga ikut serta untuk membentuk opini publik melalui media sosial. Ia menjelaskan bahwa DPR RI berupaya untuk beradaptasi agar komunikasi parlemen tetap relevan, kredibel, dan sesuai dengan realita di lapangan. Dalam kesempatan kali ini, Ia menyoroti pentingnya Biro Pemberitaan Parlemen DPR RI dalam mengelola komunikasi publik melalui beberapa platform, seperti TVR Parlemen, media sosial, dan publikasi digital.

TVR Parlemen merupakan salah satu strategi komunikasi kelembagaan DPR RI. Hendra menjelaskan, platform TVR Parlemen tidak hanya menayangkan kegiatan rapat dan sidang yang terjadi di DPR RI, tetapi juga menjadi sarana edukasi politik bagi masyarakat. Ia menjelaskan mengenai strategi DPR RI yang menerapkan media 3C (Content, Conduit, Computing) yang mana konten akan dikemas sedemikian rupa dalam platform media sosial agar pemberitaan yang disajikan bisa diterima oleh publik, memperluas seluruh saluran televisi agar bisa menjangkau publik lebih luas, dan membuat kearsipan terkait siaran rapat dalam library resmi DPR RI untuk diakses oleh publik.  

Dalam sesi diskusi, muncul pertanyaan menarik dari peserta mengenai rendahnya kepercayaan publik terhadap DPR meskipun strategi komunikasi sudah dijalankan dengan baik. Menanggapi hal tersebut, Hendra menyampaikan bahwa komunikasi publik pada dasarnya tidak bisa lepas dari perilaku politik para anggotanya. Terkait kekeliruan anggota DPR dalam menyampaikan narasi di depan publik merupakan resiko dari individu itu sendiri, peran dan tugas Biro Pemberitaan Parlemen adalah meluruskan narasi publik apabila keliru serta netral dan tidak menjurus pada pembelaan terhadap individu yang keliru tersebut.

Sebagai penutup, Hendra menyampaikan bahwa tantangan utama komunikasi parlemen di masa depan bukan hanya menghadapi disrupsi teknologi, tetapi juga menjaga kredibilitas di tengah era post-truth, di mana emosi publik sering kali lebih berpengaruh daripada fakta. Oleh karena itu, DPR RI dituntut untuk terus memperkuat tata kelola komunikasi politik yang terbuka, berbasis data, dan berpihak pada kepentingan publik.