Dekan: FISIP UIN Jakarta Tegas Menolak Segala Bentuk Tindak Kekerasan Seksual
Aula Madya, FISIP Daring – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta dengan tegas menolak segala bentuk tindak kekerasan, terutama tindak kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Hal ini diucapkan oleh Dekan FISIP UIN Jakarta Prof. Dr. Dzuriyatun Toyibah, M.Si., M.A. dalam sambutannya pada acara sosialisasi satgas ERTRI-PSGA UIN Jakarta, Rabu, (25/10/2023) di Aula Madya, kampus FISIP UIN Jakarta.
Menurut Dekan, hal ini sejalan dengan Permendikbud No.30 tahun 2021 tentang penanganan tindak kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi dan sifatnya mengikat seluruh perguruan tinggi, oleh karena itu, FISIP UIN Jakarta mendukung dan menyambut baik Permendikbud tersebut karena lingkungan kampus harus terbebas dari segala tindakanan kekerasan seksual.
“Ayo kita bersama-sama membebaskan kampus kita dari ancaman tindakan kekerasan seksual,” ujarnya.
Turut hadir dalam acara tersebut, Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum Dr. Cucu Nurhayati, S.Ag., M.Si., Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Dr. Agus Nilmada Azmi, M.Si., Ketua PSGA UIN Jakarta Dr Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag, satgas ERTRI FISIP UIN Jakarta Dr. Agus Nugraha, M.A., para dosen dan mahasiswa FISIP.
Pada kesempatan yang sama, satgas ERTRI FISIP UIN Jakarta Dr. Agus Nugraha, M.A., juga menyampaikan pentingnya mempelajari TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual). Menurut Agus, selain Permendikbud No.30 tahun 2021, aturan tentang tindak pidana kekerasan seksual dan penangannya juga turut diatur oleh Peraturan Menteri Agama No. 73 tahun 2022 dan Keputusan Menteri Agama No. 83 tahun 2023.
“Selain itu, SK Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta No. 573 tahun 2022 juga mengatur tentang TPKS. Pada SK tersebut, Rektor menunjuk PSGA UIN Jakarta untuk melakukan langkah penanganan KS melalui pelayanan satu pintu,” ucap Agus.
Sementara itu, ketua PSGA UIN Jakarta Dr. Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag memberikan penjelasan mengenai PSGA dan Satgas ERTRI. Wiwi juga mengatakan bahwa FISIP merupakan Fakultas ke 10 yang dikunjungi oleh PSGA UIN Jakarta.
“Di Komnas Perempuan, UIN Jakarta termasuk yang terlambat dalam pembentukan Satgas PSGA karena UIN Jakarta menjadi Perguruan Tinggi yang ke 37 dalam membentuk PSGA, tetapi meski terlambat yang terpenting tetap dilakukan. Berdasarkan kasus-kasus yang muncul, UIN Jakarta memang terlambat, namun bukan yang terakhir,” pungkasnya.
Wiwipun menjelaskan, bahwa TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) di Perguruan Tinggi termasuk yang presentasenya tinggi, karena itu Ketua PSGA harap di samping TPKS ini sudah diatur dalam Undang-undang, seluruh Fakultas di UIN Jakarta dapat bahu-membahu bersama PSGA seperti membangun lembaga yang berkaitan dengan hal ini dan bisa berkoordinasi dengan PSGA.
Terakhir, Wiwi juga menjelaskan secara umum mengenai prinsip-prinsip dari PSGA, tugas Satgas, hingga prosedur dan tata cara pengaduan apabila terjadi sesuatu yang berkaitan dengan TPKS terjadi di lingkungan Fakultas atau Universitas.
“layanan ERTRI bukan hanya fasilitas bagi mahasiswa, namun untuk seluruh sivitas akademik. Begitu pula dengan perencanaan dan operasionalnya, karena kampus bertanggung jawab untuk menanggulangi tindak kekerasan di UIN Jakarta,” tutupnya.