Brainstorming Session on Interrelegious Tolerance
Berita FISIP. Senin 08 Desember 2025 - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melaksanakan kegiatan Brainstorming Session on Interreligious Tolerance pada Senin, 8 Desember 2025. Kegiatan menghadirkan Dr. Erica Larson, Visiting Scholar dari Asia Research Institute-Singapore, sebagai pemantik diskusi. Mendampingi Dr Larson, turut hadir Ibu Aptiani M.A. yang berperan sebagai fasilitator. Kegiatan diikuti oleh 23 peserta dari kalangan mahasiswa, dosen, dan alumni. Ibu Dekan FISIP, Prof. Dr. Dzuriyatun Toyibah M.Si., M.A. dan Bapak Wadek 3, Dr Zaki Mubarak ikut hadir berbagi pandangan.
Sesi diskusi kali ini dikemas secara semi formal dan interaktif, dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip saling menghargai perbedaan pendapat. Dr Larson memulai sesi dengan menyampaikan konsep-konsep dasar terkait isu interaksi antar umat beragama. Beliau kemudian membagi peserta menjadi tiga kelompok kecil untuk mendiskusikan pertanyaan yang spesifik. Hasil diskusi setiap kelompok kemudian dilaporkan ke kelompok besar.
Aktifitas kelompok kecil ini dilakukan sebanyak dua kali. Pada siklus diskusi pertama, para partisipan berbagi pandangan tentang pengaruh media dalam membentuk persepsi antar umat beragama yang berbeda. Sedangkan, pada siklus yang kedua, partisipan diminta menyusun kebijakan kantin sekolah yang selaras dengan prinsip saling menghargai antar umat beragama.
Para peserta diskusi sangat antusias berbagi pandangan. Secara umum, para peserta menyatakan bahwa interaksi antar umat beragama memang kompleks dan sikap saling menghargai perlu terus dihidupkan.
Meminjam istilah Dr Larson, akan sangat baik jika interaksi antar umat beragama tidak berhenti pada level co-existence saja namun bisa mencapai tahap belonging pada komunitas sosial ataupun bangsa. Dari tahap belonging tersebutlah suatu masyarakat majemuk dapat berkembang lebih berdaya. Hasil refleksi tersebut mengingatkan kita untuk bisa lebih mawas diri, peka menjaga agar cara beragama kita tidak menghina ataupun merugikan keyakinan yang lain. Anggota masyarakat yang merasa belong akan lebih siap berkontribusi konstruktif terhadap sesama.(Mutiara)
