Ancaman dan Peluang Artificial Intelligence dalam Pertahanan Nasional Indonesia
Ancaman dan Peluang Artificial Intelligence dalam Pertahanan Nasional Indonesia

Penulis : Muhammad Aldi Bachti, Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional

Perkembangan teknologi dan informasi telah membawa perubahan besar dalam seluruh dimensi kehidupan manusia, mulai dari tingkat individu hingga tatanan global. Transformasi ini tidak hanya memengaruhi cara manusia berinteraksi dan bekerja, tetapi juga membuka peluang inovasi di berbagai bidang, termasuk ekonomi, sosial, politik, dan keamanan dengan kemampuannya yang luar biasa. Salah satu bentuk teknologi yang paling menonjol di abad ke-21 adalah kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI), yakni sebuah sistem komputer yang dirancang untuk meniru fungsi-fungsi kognitif manusia seperti persepsi, pembelajaran, penalaran, pemecahan masalah, komunikasi bahasa, hingga penciptaan karya kreatif.

Meskipun AI sering dianggap sebagai produk revolusi industri modern, gagasannya sebenarnya telah berakar sejak berabad-abad lalu. Pada abad ke-17 dan 18, filsuf seperti René Descartes dan Gottfried Wilhelm Leibniz telah mengeksplorasi ide tentang bagaimana proses berpikir manusia dapat diotomatisasi melalui logika. Gagasan tersebut kemudian menjadi semakin populer ketika novel fiksi karya Jonathan Swift pada tahun 1726 berjudul “Gulliver's Travels” memperkenalkan konsep mesin yang digunakan untuk membantu para akademisi dalam menghasilkan ide, kalimat, dan buku baru dengan memutar tuas mesin untuk membuat balok-balok kayu yang bertuliskan kata-kata berputar dan menciptakan ide-ide baru dan risalah filosofis dari penggabungan susunan kata yang tercipta.

Memasuki abad ke-19 dan 20, gagasan ini menjadi semakin nyata melalui karya George Boole, yang menciptakan logika Boolean, serta Alan Turing, yang memperkenalkan konsep mesin universal sebagai cikal bakal komputer modern. Sejak itu, riset tentang hubungan antara mesin dan otak manusia terus berkembang, melahirkan berbagai inovasi seperti mesin catur otomatis, jaringan saraf tiruan, dan sistem pemrosesan bahasa alami. Kini, di abad ke-21, AI telah berevolusi menjadi teknologi dengan berbagai model dan fungsi yang diterapkan di berbagai sektor baik layanan publik maupun pertahanan negara.

Namun, di balik pesatnya kemajuan tersebut, AI juga menghadirkan tantangan baru dalam bidang keamanan. Dalam era globalisasi yang membuat negara-negara semakin terhubung, ancaman kini tidak selalu bersifat fisik atau terlihat. Dalam konteks ancaman yang melibatkan militer, perang dan teknologi sendiri selalu memiliki hubungan kausal karena kemenangan perang sangat berpengaruh terhadap kemajuan teknologi peralatan perang. Beberapa analis pun berargumen bahwa AI memiliki potensi mentransformasikan teknologi keamanan nasional menjadi setara dengan senjata nuklir, pesawat terbang, komputer, dan bioteknologi. Tak hanya itu, perkembangan AI di bidang militer dapat berdampak terhadap pembentukan kembali fungsi militer secara signifikan. Integrasi tersebut telah mengubah pemahaman modern mengenai perang dan konflik dari kekuatan militer konvensional menuju persaingan berbasis teknologi dengan penggunaan AI sebagai penguat sistem persenjataan, meningkatkan kemampuan pertahanan siber, bahkan memengaruhi strategi geopolitik global.

Perubahan konsep ini membuktikan bahwa AI memiliki kemampuan untuk mengubah cakupan sektor pertahanan dan keamanan, serta keseimbangan ekonomi dan militer dalam sistem internasional di masa depan. Bahkan, Fenomena pemanfaatan teknologi AI untuk mendukung pertahanan dan tugas-tugas militer telah lama dilakukan oleh banyak militer di dunia seperti di Amerika Serikat, Cina, Rusia, dan Israel. Oleh karena itu, kondisi ini menuntut setiap negara, termasuk Indonesia, untuk tidak hanya mengikuti perkembangan teknologi, tetapi juga mengantisipasi risiko yang mungkin muncul darinya. Evaluasi dan pengembangan sistem pertahanan yang adaptif terhadap perubahan teknologi menjadi hal yang mendesak.

Ancaman AI terhadap Pertahanan Nasional

Ancaman AI yang kerap muncul di bidang pertahanan negara saat ini adalah ancaman terhadap keamanan siber. Secara khusus, ancaman AI terhadap keamanan siber merupakan hal yang sangat rentan bagi Indonesia karena pertahanan Indonesia belum memanfaatkan teknologi AI di dalam bidang siber. Terlebih, Indonesia belum memiliki hukum yang kuat untuk melindungi data-data dalam dunia maya dan hukum yang spesifik untuk mengatur penggunaan data dan AI. Sehingga membuat Indonesia amat rentan terhadap ancaman siber, seperti peretasan data. Adapun ancaman siber yang dapat dihadapi negara-negara yang telah mengadopsi AI dalam bidang pertahanannya adalah Data Poisoning dan Ransomware

Peracunan data atau lebih sering disebut dengan data poisoning merupakan salah satu ancaman siber terhadap teknologi AI Machine Learning (ML) dengan menyisipkan “data beracun” terhadap training data yang digunakan ML untuk melakukan tugas, seperti klasifikasi dan rekomendasi dengan akurat. Data beracun yang disisipkan dapat membuat model teknologi ini memberikan saran yang meleset atau bahkan salah total yang dapat membahayakan keamanan nasional negara. Meskipun model AI yang sudah dilatih dengan data yang sangat akurat lebih kuat menghadapi serangan ini, penyerang siber masih dapat mengibulinya dengan melakukan evasion attack melalui pemasukkan data yang dirancang menipu model AI dan kembali memberikan saran yang meleset atau salah total.

Sementara itu, ransomware merupakan penyerangan model AI dengan menggunakan perangkat lunak berbahaya yang mengunci data pengguna. Penyerangan ini bertujuan untuk mengancam dan memeras pemilik AI untuk memberikan sejumlah uang atau bahkan melakukan hal berbahaya lainnya untuk mendapatkan datanya kembali. Ransomware telah tercatat menjadi ancaman siber yang paling merusak dalam beberapa tahun terakhir dan pengembangan teknologi AI telah membantu serangan ini menjadi lebih sulit untuk dideteksi dan diatasi karena penyerang dapat menggunakan AI untuk memahami pola perlindungan sistem target, mengidentifikasi celah keamanan, dan meluncurkan serangan dengan lebih akurat. Tak hanya itu, AI juga dapat memarakan aktivitas ransomware karena dapat mengenkripsi data dengan algoritma yang semakin sulit dipecahkan.

Selain ancaman siber, ancaman AI terhadap bidang pertahanan yang berpotensi terjadi adalah ancaman propaganda digital dan manipulasi sosial-politik. Meskipun para politisi di berbagai negara telah mengandalkan berbagai media sosial yang menggunakan algoritma AI untuk menarik suara rakyatnya, algoritma AI dapat membantu pasukan troll media sosial untuk memburuk-burukan para politisi dengan membuat video dan postingan yang mengandung disinformasi. Algoritma AI dapat memberikan pengguna dengan konten yang berkaitan dengan media yang sebelumnya pernah mereka lihat di platform tersebut. Sehingga, algoritma AI dapat memenuhi feeds para pengguna media sosial yang terdeteksi tertarik terhadap konten seperti hal tersebut dengan konten-konten disinformasi lainnya mengenai para politisi. Akan tetapi, penyebaran disinformasi dan hoaks juga dapat digunakan untuk melemahkan stabilitas suatu negara.

Selain postingan dan video yang sepenuhnya dihasilkan oleh AI, konten deepfake juga termasuk dalam ancaman propaganda digital yang sangat mengkhawatirkan. Deepfake merupakan konten tiruan berupa video atau suara seseorang yang dihasilkan oleh AI secara sangat realistis dan sangat sulit dibedakan dari yang asli. Para pelaku kejahatan ini dapat mengakses teknologi pembuat konten deepfake di internet secara mudah. Sehingga, ancaman ini dapat meyakinkan dan memanipulasi opini masyarakat dengan sangat mudah.

Meskipun topik AI telah menjadi tren baru dalam perdebatan kebijakan dan kerangka regulasi, pembuatan regulasi khusus AI masih menjadi hal yang sulit bagi banyak negara untuk dilakukan, terutama mengenai penggunaan dan kecerdasan buatan. Di samping dari ancaman stabilitas politik dan sosial negara, perkembangan teknologi AI yang cepat menimbulkan pertanyaan penting tentang tantangan privasi dan etika, seperti penyalahgunaan dan pemanfaatan data pribadi yang tidak adil. Bahkan, penggunaan AI secara tidak etis dapat menyebabkan pelanggaran privasi dan kehilangan data dalam skala besar. Pelaku kejahatan siber dapat menyusup ke sistem negara atau bagian pemerintahan untuk mencuri data sensitif. Selain berdampak buruk terhadap privasi individu, hal ini dapat menjadi ancaman nasional apabila data tersebut berhasil terjual di pasar gelap untuk kegiatan kriminal lainnya.

Penerapan AI dalam Pertahanan Negara Indonesia

Menurut Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, pertahanan negara merupakan seluruh upaya yang dilakukan suatu negara untuk melindungi kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan negara dari berbagai ancaman baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Upaya pertahanan negara melibatkan berbagai sektor mulai dari ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta keamanan dan teknologi. Secara umum, pertahanan negara Indonesia terdiri dari beberapa komponen utama, yakni Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Meskipun kemajuan teknologi AI telah memperluas konsep dan dimensi pertahanan negara Indonesia dengan melibatkan keamanan siber, perang informasi, dan diplomasi digital, penerapan AI dalam bidang pertahanan Indonesia masih sedikit dibandingkan negara-negara lain, terutama negara maju. Akan tetapi, penelitian dan pengembangan AI di bidang pertahanan memang sedang dilakukan. Bahkan, Indonesia pernah mengumumkan strategi AI nasional mereka sendiri pada tahun 2020 seperti sejumlah negara lainnya yang menyadari potensi dari AI bernama Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial (STRANAS-KA). Strategi ini memuat rencana pemanfaatan AI di berbagai aspek nasional mulai dari kesehatan, pendidikan, pangan, pemerintahan, dan pembangunan kota cerdas (smart city). Sayangnya, strategi tersebut tidak memuat pembahasan mengenai penggunaan AI di bidang pertahanan sebagai strategi pertahanan negara.

Rekomendasi Untuk Masa Depan

Hal utama yang dapat dilakukan oleh Indonesia untuk bersiap diri dalam menghadapi berbagai ancaman AI, khususnya di bidang pertahanan adalah mendorong pembuatan kebijakan dan regulasi penggunaan AI dalam pertahanan untuk memastikan penggunaannya tetap selaras dengan nilai-nilai etika, kesetaraan sosial, hukum, dan prinsip-prinsip pertahanan negara. Regulasi ini patut mencakup perlindungan privasi dan keamanan data, kepastian akuntabilitas dalam pengambilan keputusan dengan AI, dan pengaturan penggunaan dalam aktivitas militer dan keamanan. Selain membuat kebijakan dan regulasi di skala nasional, Indonesia juga perlu membuat perjanjian dan kerja sama internasional dalam keamanan siber untuk mencegah ancaman AI lintas negara.

Tak hanya itu, Indonesia juga perlu mendorong pelaksanaan penggunaan AI di bidang pertahanan sebagai strategi pertahanan negara. Dengan membeli atau mengembangkan teknologi AI sendiri, Indonesia dapat mengembangkan teknologi-teknologi lainnya seperti drone untuk meningkatkan pengawasan wilayah perbatasan, meningkatkan teknologi satelit untuk memperketat pemantauan wilayah udara dan maritim, dan memanfaatkan teknologi big data dan Internet of Things (IoT) untuk meningkatkan efisiensi dalam pengumpulan data intelijen dan pengambilan keputusan militer. Pemanfaatan teknologi AI dalam keamanan siber juga dapat dilakukan dengan penguatan firewall, enkripsi data, dan sistem pendeteksi dan respons yang cekatan terhadap serangan AI. Terlebih, Indonesia dapat membentuk unit khusus siber dalam militer dan pemerintahan untuk menangani ancaman siber yang dilengkapi dengan pemantapan kemampuan pemahaman terhadap perkembangan teknologi dan ancaman AI.

Terakhir, pemerintah dan lembaga pertahanan Indonesia perlu memprioritaskan investasi dalam riset, serta pengembangan dan pelatihan tenaga ahli yang mampu mengoperasikan, mengelola, dan memanfaatkan teknologi AI secara efektif dalam pertahanan negara. Para tenaga ahli kemudian dapat membuat program untuk memperkuat literasi digital masyarakat dan sistem verifikasi informasi yang kuat untuk mencegah ancaman disinformasi dan hoaks.