Diskusi Publik tentang Perppu Ormas
FISIP Daring. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 merupakan perubahan atasUndang-Undang 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan. Perppu ini dikeluarkan, mengacu pada Pasal 22 UUD 1945, atas kewenangan presiden karena kegentingan yang memaksa. Kegentingan yang seperti apa, hanya Presiden yang dapat menafsirkannya. Itu adalah hak prerogatif dan merupakan hak konstiusional. Selanjutnya Perppu akan diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan pengesahan.
Demikian tutur Sri Yunanto, Staf Ahli di Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan dan juga pernah mengajar Program Pascasarjana Ilmu Politik di Universitas Indonesia, dalam diskusi publik kerjasama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Komenkominfo) dengan FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta di Auditorium FISIP pada 18/10/2017. Hal itu diamini pula nara sumber kedua, Iding Rosyidin, Ketua Program Studi Ilmu Politik, FISIP UIN Jakarta. Diskusi publik diawali penampilan dari komunitas Stand Up Comedy UIN Jakarta dengan mengusung tema besar “Merawat NKRI melalui Ormas di Bumi Pertiwi” yang bertujuan bukan hanya sekedar sosialisasi soal Perppu No. 2 Tahun 2017 atas Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) tapi juga melihat bagaimana pandangan para akademisi dalam hal ini mahasiswa dan dosen dalam menyikapi terbitnya Perppu Ormas ini.
Ada beragama pandangan di kalangan mahasiswa terhadap Perppu Ormas yang sejatinya menurut Yunantio untuk membendung radikalisme di Indonesia ini. Sebagian mahasiswa merasa tidak setuju dengan adanya Perppu Ormas ini, sebagian lain merasa jika Perppu ini ada benarnya, sisanya menganggap hal ini biasa saja. Bagi mahasiswa yang mayoritas tidak setuju, termasuk suara dari Dewan Mahasiswa (DEMA) UIN Jakarta yang diwakili oleh Ketua DEMA UIN Jakarta, Rian Hidayat, Perppu ini dianggap mengandung unsur politis karena dibuat bersamaan dengan momentum Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Selain itu ada anggapan atau semacam kekhawatiran dari mahasiswa Ilmu Politik UIN Jakarta, bisa saja suatu saat pemerintah dapat menggunakan Perppu Ormas untuk membidik lembaga-lembaga yang dirasa berlawanan dengan Pemerintah.
Diskusi publik turut dihadiri oleh perwakilan organisasi mahasiswa seperti IMM, PMII, dan HMI. Rahmat Hidayat, perwakilan dari Badan Eksekutif mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah Jakarta yang diundang dalam acara ini berpendapat bahwa apa yang dilakukan pemerintah dengan adanya Perppu Ormas ini sudah benar jika konteksnya adalah menjaga ideologi negara, Pancasila. Terlebih lagi terdapat tokoh-tokoh ormas seperti Muhammadiyah yang ikut dalam menyusun Pancasila. Hanya saja kritik untuk pemerintah adalah jangan lagi adanya upaya diskriminasi oleh Pemerintah kepada para mantan anggota ormas yang dibubarkan.
Reni, seorang mahasiswa FISIP UIN Jakarta, dalam rencana riset skripsinya menjelaskan bahwa organisasi yang dibubarkan oleh pemerintah melalui Perppu Ormas, sejatinya hanya menghancurkan ‘rumahnya’ saja, sementara itu anggotanya tetap bergerak dan tidak menutup kemungkinan akan membuat ‘rumah’ baru namun dengan konsep ideologi yang sama. Di lain hal, dalam perspektif media, Pimpinan Redaksi Jitunews, misalnya, mengatakan baik dalam kubu pro maupun kontra, semuanya ditampung hingga akhirnya Perppu dilegitimasikan, namun yang menjadi kekhawatiran adalah bahwa media tidak bisa menjaga independensinya.
Sebelum kegiatan diskusi publik yang dimulai pada jam 09.00, acara dimulai dengan taping kedua nara sumber, Sri Yunanto dan Iding Rosyidin, oleh CTV Banten dengan tema yang sama yang dipandu oleh Host Nita.
(yanfa/Iding)